Hari Kedua Workshop Peningkatan Kapabilitas GTK

Njanur gunung. Paribasan atau peribahasa tersebut kiranya tepat untuk mengungkapkan suasana Workshop di SMK Negeri 6 Surakarta kali ini. Bagaimana tidak? Keberlangsungan workshop kali ini dibuka dan dibawakan oleh pembawa acara (Bapak Tri Purwadi, S.Pd) dengan berbahasa Jawa. Bahasa tradisional kita. Bahasa yang menjadi bagian dari budaya kita di Kota Surakarta ini.

Workshop Peningkatan Kapabilitas GTK hari kedua ini diisi oleh pemateri dari Komunitas Praktisi Guru Penggerak SMK Negeri 6 Surakarta serta Pengawas Cabang Dinas Pendidikan VII Kota Surakarta.

Guru Penggerak adalah guru-guru terbaik yang sudah melalui serangkaian proses pendidikan untuk memperbaiki sistem pendidikan di sekolah. Keberadaan mereka ini diharapkan mampu membawa perubahan dimulai dari komunitas terkecil mereka yakni di sekolah.

Adicara saklajengipun inggih meniko warah saking Kepala SMK Negeri 6 Surakarta. Wekdal dipun sumanggaaken.

Seperti itulah kalimat pembawa acara ketika mempersilakan Kepala Sekolah memberikan sambutannya. Ibu Dwi Titik Irdiyanti, S.Si., M.Pd. selaku Kepala SMK Negeri 6 Surakarta dengan senang hati membuka workshop Peningkatan Kapabilitas GTK hari kedua dengan kegiatan yang mengasyikkan. Beliau mengajak Bapak Ibu guru bergembira ria dengan menyanyikan lagu Naik Delman disertai gerakan ringan. Nyanyian sekaligus ice breaking ini sukses merekahkan senyum dari setiap Bapak Ibu guru peserta workshop.

 

Narasumber pertama pada hari ini adalah Ibu Rimayanti, S.Pd. Beliau adalah guru BK yang juga merupakan Guru Penggerak angkatan 8. Dalam kesempatan ini, beliau menyampaikan materi Disiplin Positif Sekolah yang terbagi menjadi tiga bagian yakni Keyakinan Kelas, Praktik Segitiga Restitusi, dan Best Practice.

Lagi-lagi dikemas dengan tidak biasa, materi pertama disampaikan dengan metode bermain peran. Ibu Rimayanti, S.Pd. berkolaborasi dengan anggota komunitas guru penggerak viska yang lain seperti Ibu Nurul Yuhana, S.Pd yang berperan sebagai narator, Ibu Yuliyani Siyamtiningtyas, S.Kom, M.Cs. berperan sebagai guru dan Ibu Era Sukmawati, S.Psi. dan Ibu Nani Fajar Wati, S.Pd. berperan sebagai siswa SMK Negeri 6 Surakarta.

Disiplin positif pertama di sekolah diawali dengan membuat Keyakinan Kelas yang disepakati, diyakini, dan dapat dilakukan oleh guru dan siswa. Keyakinan kelas dapat menjadi pengingat dan pegangan siswa untuk tidak melakukan sesuatu. Keyakinan ini diketahui oleh seluruh warga kelas sehingga meningkatkan kewaspadaan untuk mematuhinya.

 

Selanjutnya adalah Praktik Segitiga Restitusi. Segitiga restitusi adalah cara menanamkan disiplin positif pada siswa. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antara guru dan siswa. Langkah-langkah dalam mempraktikkan segitiga restitusi adalah (1) Menstabilkan Identitas, (2) Validasi tindakan yang salah, dan (3) Menanyakan Keyakinan.

Di samping bertambahnya pengetahuan terkait materi, peran yang dimainkan guru-guru tersebut berhasil mengundang gelak tawa para peserta. Peran guru dan siswa diperankan dengan apik dan cukup natural mengingat tidak adanya latihan terlebih dahulu.

Selanjutnya, sesi kedua diisi dengan materi Filosofi Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara yang disampaikan oleh Bapak Pangarso Yuliatmoko, S.Pd. Beliau adalah pengawas SMK Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VII. Selain menjabat sebagai pengawas SMK, Bapak Pangarso juga merupakan Ketua Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia Provinsi Jawa Tengah, masa bakti 2021-2026.

Dalam materinya, beliau menekankan pada pentingnya memahami urgensi pengajaran dalam membentuk budi pekerti siswa. Sebab pengajaran merupakan bagian yang ada dalam pendidikan dan pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Dalam hal ini, guru adalah tonggak perkembangan ketiga hal tersebut. Maka penting sekali memberikan pengajaran bermakna yang dapat dimanfaatkan siswa di masa mendatang.

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara didasarkan pada asas kemerdekaan yang memiliki arti bahwa siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Sehingga guru diarahkan pada pembelajaran diferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang dikembangkan untuk merespon kebutuhan murid dalam belajar yang bisa berbeda-beda, meliputi kesiapan belajar, minat, potensi, atau gaya belajarnya

Pendidikan harusnya seperti sebuah taman yang menyajikan keteduhan, ketenangan dan kesenangan. Pendidikan harus menyenangkan dan proses belajarnya pun harus menggembirakan. Konsep bermain tersebut tidak lepas dari kodrat alam dan kodrat zaman. Tentu saja makna ‘bermain’ pada jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK berbeda. Hal ini akan bermuara pada pembentukan student well-being. Student well-being merupakan kondisi dimana lingkungan sekolah mampu memberikan kenyamanan siswa sehingga siswa merasakan emosi positif dan kepuasan berada di sekolah.

Memahami siswa dan segala kebutuhannya guna mewujudkan merdeka belajar tentu bukan hal mudah. Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan membahagiakan juga bukan hal sederhana. Ini adalah tantangan besar yang harus kita terima dan kita jalankan dengan segenap keikhlasan dan kebahagiaan. Tidak mungkin seorang guru mampu membahagiakan siswa jika dirinya sendiri tidak bahagia. Maka, langkah awal untuk menyukseskan merdeka belajar ini adalah dengan tidak memberi ruang untuk sebuah ketidakbahagiaan.

Workshop Peningkatan Kapabilitas GTK SMK Negeri 6 Surakarta selesai dan ditutup tepat pada pukul 15.00 WIB. Pelaksanaan workshop ini diharapkan membawa perubahan positif bagi guru dalam menyelenggarakan pendidikan yang berpusat pada peserta didik, meningkatkan kedisiplinan dalam bekerja, dan meningkatkan kolaborasi antarguru SMK Negeri 6 Surakarta.

Salam dan Bahagia.

Oleh : Novi Iswandari