MENGAWAL BUNDANYA VISKA MENJEMPUT PURNA

Senin, 7 Agustus 2023 adalah hari ulang tahun salah satu sang Bundanya Viska yang ke-60. Artinya, tinggal menghitung hari saja masa kerja beliau di Viska berakhir sudah. Namun, masa kerja yang tinggal menghitung hari saja, tidak lantas menyurutkan semangat dan integritasnya dalam mengabdikan diri di SMK Negeri 6 Surakarta. Perangkat pembelajaran, administrasi kepegawaian, pelatihan mandiri terkait keprofesian, peningkatan keprofesian berkelanjutan, sumber belajar tambahan, semua dimilikinya lengkap tak kurang suatu apa.

Seluruh jajaran guru di SMK PK yang dikepalai oleh ibu Dwi Titik Irdiyanti, S.Si., M.Pd ini, siapa kiranya yang tak mengenal sosok bundanya viska satu ini? Gurat kecantikan yang masih nampak jelas terlihat pada raut wajahnya, lembut tutur katanya, tetap energik dalam usia yang tak lagi muda. Ramahnya ditujukan pada setiap warga sekolah, sekalipun pada siswa yang tidak diajarnya. Terlebih kemurahan hati yang setiap hari beliau bagi.

Pada anak didik yang berprestasi, beliau selalu memberikan apresiasi nyata sekalipun beliau tidak mengenalnya atau tidak mengajar di kelas anak didik tersebut. Pada rekan-rekan sejawat baik itu rekan pendidik maupun tenaga kependidikan, beliau tidak membeda-bedakan, nyaris setiap hari selau dermawan berbagi makanan dan suvenir sebagai kenang-kenangan. Bukan sekedar kenang-kenangan murahan, bukan sekedar makanan cemilan, bukan sekedar satu dua orang yang mendapatkan jatah pembagian, bukan!

Kenang-kenangan yang dibagikannya berupa koleksi bajunya yang terbuat dari bahan premium, tas tangan berbahan premium dengan kualitas prima, kain tenun bahan untuk seragaman, kain premium bahan baju atasan, dan aneka barang yang kualitasnya terpercaya. Pun makanan yang dibagikannya berupa menu makan besar lengkap dengan pilihan lauk yang beraneka rasa. Bukan untuk satu dua orang saja, melainkan untuk teman-teman viska baik yang di ruang bawah maupun atas.

Beliau bukan hanya terkenal sebagai sosok yang suka berbagi harta dan benda. Beliau juga terkenal sebagai sosok yang suka berbagi ilmu hidup. Beliau betah bercerita tentang liku-liku kehidupan dan hikmah di baliknya. Ketika ada rekan kerja yang tampak sedang ada masalah. Beliau selalu peduli merangkul dan menasihati.

Masih tak percaya?

Coba saja secara acak bertanya pada siswa, guru dan karyawan di SMK PK yang terletak di Jl. LU Adisucipto 38 Laweyan Surakarta tentang sosoknya. Mulai dari petugas keamanan, ibu kantin, jajaran tukang kebun, tenaga administrasi sekolah, guru terlebih kepala sekolah. Juga siswa, tentunya. Sudah dapat dipastikan, mereka pasti dapat langsung menjawab jika ditanya tentang beliau. Karena sosoknya yang low profile dan tidak membeda-bedakan.

Beliau mengabdi sejak tahun 1989 beliau telah turut berpartisipasi membesarkan nama SMKN 6 Surakarta. Pada tahun 2016 beliau mendapat penganugeraan tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya atas loyalitas beliau mengabdi pada negara. Beliau juga termasuk perintis sekaligus pendiri jurusan Pariwisata. Bersama beberapa punggawa SMKN 6 beliau babat alas mendirikan dan memajukan jurusan Pariwisata.

Bu Hamiek panggilan akrab beliau. Bu Hamiek sosok guru yang menerapkan salah satu ajaran Ki Hadjar Dewantara “Ing ngarsa sung tulodho”. Beliau guru yang memiliki dedikasi dan disiplin tinggi, selalu datang tepat waktu dan pantang pulang sebelum waktunya. Bu Hamiek selalu patuh dan taat dengan peraturan-peraturan yang ada di SMKN 6 sebagai bukti beliau bisa dijadikan teladan tentang kedisiplinan yang baik.

Tidak berlebihan jika dikatakan sebagai sebuah kehilangan yang besar bagi SMK Viska atas pensiunnya beliau. Sulit mencari sosok seperti beliau. Bukan hanya peduli dengan lembaga tapi juga pada rekan kerja, dan siswa. Mengabdi dengan sepenuh hati. Bekerja tiada henti. Berbakti penuh dedikasi.

Kamis, hari terakhir di bulan Agustus jam 14.30 WIB. Kepala SMK N 6 Surakarta, Ibu Dwi Titik Irdiyanti, S.Si., M.Pd. beserta bapak ibu guru pendidik dan tenaga kependidikan, menggelar apel di lobby tengah sekaligus mengawal sang kartini viska menjemput purna. Yakni, mengakses sinaga untuk presensi pungkasan menjelang masa purnanya. Suasana sendu bercampur haru menyelimuti guru dan karyawan viska laksana anak yang berpisah dengan Sang Ibu.

Ibu Titik menyampaikan kesan bahwa Ibu Hamiek adalah sosok yang selalu ceria, rambutnya ngandan-ngandan, wajahnya putih. Biasanya banyak guru yang mendekati purnatugas semangat kerjanya menurun. Tapi tidak dengan Bu Hamiek. Bu Hamiek tetap semangat belajar mengikuti perubahan kurikulum dan perkembangan teknologi. Beliau juga selalu tertib melakukan presensi. Ibu Titik sangat terkesan.

“Selama saya menjadi kepala sekolah, Bu Hamiek selalu memberi saya sajen dan beberapa kain. Bu Hamiek tak henti-hentinya berbagi seolah-olah uangnya tak pernah habis.” Kata orang nomor satu di SMK Negeri 6 Surakarta yang selalu hangat dan juga dekat dengan bu Hamiek. Pada kesempatan ini, Bu Titik juga memberikan penghargaan kepada Bu Hamiek dengan mengangkat beliau melalui SK, menjadi anggota komite sekolah.

Pada kesempatan yang sama, bu Hamiek menyampaiakan bahwa dirinya merasa senang bisa bergabung dengan SMK N 6 Surakarta dan mendapat teman-teman yang baik. Ibu Hamiek meminta maaf kepada teman-teman bila selama ini beliau sering menegur teman-teman. Itu semua beliau lakukan bukan karena benci tapi karena cinta. Beliau ingin teman-teman menjadi orang yang baik. Ibu Hamiek juga berpesan agar persaudaraan ini jangan pernah terputus.

Acara pelepasan diakhiri dengan berfoto bersama dan menyalami beliau. Tampak para guru dan karyawan tidak mau berpisah dengan beliau. Bahkan beberapa guru menguraikan air mata karena bersedih harus berpisah dengan beliau. Bukan hanya itu, beberapa guru nampak membersamai bu Hamiek pulang sampai ke kediamannya di Fajar Indah, Laweyan.

Selamat menikmati masa purnatugas, Bundanya SMK Negeri 6 Surakarta. Sehat bahagia sejahtera senantiasa, bersama keluarga tercinta dalam menjalani masa purna.

Hormat kami tak pernah putus, cinta kami tak pernah pupus.

Kenangan bersama tak kan pernah terhapus, nasihat-nasihatmu teringat kuat tak tergerus.

 

Oleh: Sri Setyaningsih & Nur Fitra Wijaya