SERUNYA MEMAHAMI KEBUTUHAN DASAR MURID, MEMBUAT KEYAKINAN KELAS DAN MELAKSANAKAN RESTITUSI

Ki Hajar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Indonesia. Filosofinya tentang pendidikan sangat relevan dengan kondisi dan keadaan bangsa Indonesia saat ini. Banyak orang Indonesia yang mengetahui Ki Hajar Dewantara, namun tidak memahami pemikiran beliau yang sangat luar biasa.  Salah satu pemikiran Ki Hajar Dewantara yang mulai dihidupkan kembali dalam Kurikulum Merdeka adalah tentang pembelajaran yang berpihak kepada murid. Pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan kekuatan/kodrat murid, bukan atas kehendak dan kemauan guru tanpa memperhatikan kodrat murid.

Untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak kepada murid, penting untuk membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Guru Penggerak  perlu menjadi pionir sekaligus menggerakkan rekan kerja maupun komunitas praktisi dalam melakukan perubahan pendidikan menjadi lebih baik. Membuat keyakinan kelas adalah yang baru, belum semua guru memahaminya. Maka dari itu perlu dilaksanakan sosialisasi dan desiminasi budaya positif sekolah agar filosofi Ki Hajar Dewantara benar-benar dapat diterapkan dalam pembelajaran yang nyata.

Membahas tentang budaya positif, terdapat hal yang perlu dipahami seperti disiplin positif, teori kontrol, teori kebutuhan dasar manusia, toeri motivasi, nilai kebajikan, keyakinan kelas, dan restitusi. Disipilin sering dikaitkan dengan sesuatu yang kurang baik, cendrung mengikat, kepatuhan dan sebagainya tanpa melihat tujuan mulia dibalik adanya disiplin itu sendiri. Guru perlu menanamkan disiplin murid. Disiplin yang muncul karena adanya motivasi dari internal sehingga berdampak secara jangka panjang. Motivasi dari luar seperti penghargaan tidak selamanya berdampak positif. Penghargaan memiliki beberapa kekurangan seperti mengurangi ketepatan, menghukum mereka yang tidak mendapatkan penghargaan, merusak hubungan dan sebagainya.

Untuk menanamkan disiplin murid, perlu ada seni untuk mempengaruhi dan mengontrol perilaku siswa. Hal yang perlu diketahui bahwa guru tidak bisa mengubah perilaku murid kecuali bila murid mempersilakan dirinya untuk dikontrol oleh orang lain. Menurut Gossen, restitusi adalah proses mengkondisikan murid untuk memperbaiki kondisi mereka, sehingga dapat kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Ada lima posisi kontrol dalam melakukan restitusi. Posisi kontrol itu adalah penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Guru sebaiknya bergerak antara posisi kontrol pemantau dan manajer.

Diane Gossen telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan guru dan orang tua dalam melaksanakan restitusi. Langkah-langkah restitusi adalah :

  1. Menstabilkan identitas. Murid perlu distabilkan identitasnya agar tidak terlalu merasa bersalah namun tetap bertanggung jawab atas perilakunya.
  2. Validasi tindakan salah. Murid bermasalah bisa jadi disebabkan belum terpenuhinya kebutuhan dasarnya. Atau pemenuhan kebutuhan dasar dengan cara yang kurang benar. Ada 5 (lima) kebutuhan dasar murid, yaitu kebutuhan bertahan hidup, kasih sayang dan diterima, penguasaan, kebebasan serta kesenangan. Dalam melakukan kontrol ada lima posisi kontrol yang biasanya digunakan oleh guru.
  3. Menanyakan keyakinan

Setelah memahami tentang kata-kata kunci budaya positif, maka perlu didesiminasikan tentang aksi nyata, praktik memahami kebutuhan dasar murid, membuat keyakinan kelas dan melaksanakan restitusi. Guru harus memahami kebutuhan dasar setiap muridnya, karena setiap murid memiliki cara pandang yang berbeda dan perilakunya memiliki tujuan, yakni untuk memenuhi kebutuhannya. Ketika kebutuhan dasar belum terpenuhi, kadang muncul perilaku bermasalah seperti indisipliner. Ada hubungan antara kebutuhan dasar yang belum terpenuhi dengan perilaku indisipliner. Hal ini penulis dapatkan dari pendampingan terhadap murid yang sering datang terlambat. Setelah dilakukan pendekatan, faktornya adalah kebutuhan akan rasa senang yang dipenuhi dengan cara yang kurang benar. Kebutuhan murid dapat diungkap dengan memberikan angket yang dibagikan secara on line. Angket mengacu pada angket yang diperoleh selama mengikuti diklat guru penggerak modul 1.4 tentang kebutuhan dasar murid.

Dari gambar di atas, diperoleh informasi bahwa murid di SMK Negeri 6 Surakarta memiliki kebutuhan dasar yang prosentasenya sama untuk kasih sayang dan rasa diterima, kekuasaan, kebebasan dan kesenangan.

Setelah memahami tentang kebutuhan dasar murid, maka perlu diketahui bagaimana cara membuat keyakinan kelas. Keyakinan kelas dibuat secara kolaboratif dengan murid. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Murid bersama guru bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah
  2. Meninjau hasil curah pendapat. Murid diajak untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut.
  3. Merumuskannya dalam 3-7 keyakinan.
  4. Keyakinan ditinjau kembali, dan murid di kelas dipersilakan untuk menunjau dan menyetujuinya.
  5. Keyakinan kelas dilekatkan di tempat yang mudah dilihat oleh seluruh kelas.

 

Dalam pelaksanannya, keyakinan kelas perlu dipantau. Ada beberapa murid yang melanggar keyakinan kelas. Maka kegiatan restitusi dilaksanakan. Keyakinan yang dilanggar adalah saling menghormati. Saat diskusi di kelas ada murid yang berbeda pendapat dan menimbulkan pertentangan hingga salah satu ada yang menangis. Murid kemudian didampingi. Ternyata murid yang membuat temannya menangis adalah murid yang merasa diperlakukan tidak adil oleh ketua kelas. Murid diajak berdiskusi bagaimana caranya agar bisa memenuhi kebutuhan penguasaan (merasa dihargai) dengan cara yang benar. Saat melakukan pendampingan, guru menggunakan posisi kontrol manajer. Setelah dilakukan restitusi, murid merasa dihargai dan merasa ada guru yang memahami tentang dirinya tanpa harus disalahkan sepenuhnya, murid juga merasa diajak bertanggung jawab atas perilaku yang sudah dilakukan.

Sosialisai dan desiminasi dilaksanakan dengan melibatkan rekan kerja dan komunitas prakitisi. Mengenai konsep inti dari budaya positif di SMK Negeri 6 Surakarta pernah didesiminasikan oleh Guru Penggerak sebelumnya. Maka pada saat desiminasi dengan rekan kerja di SMK Negeri 6 Surakarta, penulis lebih menitikberatkan pada aksi nyata penerapan budaya positif. Desiminasi dihadiri oleh tim STP2K yang dilaksanakan pada hari tanggal 5 Januari 2023 di ruang vicon. Adapun sosialisasi budaya positif sebelumnya dilaksanakan pada hari Selasa, 26 Desember 2022 di SMK Negeri 9 Surakarta dengan sasaran peserta adalah guru BK SMK se Kota Surakarta.

Setelah melakukan desiminasi budaya positif, penulis melakukan refleksi kegiatan. Adapun hasilnya sebagai berikut :

  1. Desiminasi budaya positif terhadap rekan kerja di sekolah : Ada hal atau pengetahuan baru tentang teori motivasi dan restitusi, penerapan restitusi bisa diterapkan kepada rekan yang lain untuk menangani murid yang terlambat atau yang melanggar peraturan sekolah. Durasi waktu bisa dibuat lebih lama dan jangan terlalu cepat dalam menjelaskan.
  2. Desiminasi budaya positif dalam kegiatan komunitas praktisi : Sudah bagus, lebih dimantapkan lagi dalam pelaksanaan desiminasi budaya positif.

–Oleh Rimayanti